Sabtu, 28 April 2012

Telepon Pintar Picu Masalah Keamanan Cyber


hacker

Tren industri utama dan penggunaan model komputasi baru mendorong munculnya kekhawatiran terkait masalah kemanan yang dihadapi oleh perusahaan. Di saat yang sama, perusahaan menghadapi meningkatnya penggunaan telepon pintar dan tablet di lingkungan mereka.

Peningkatan penggunaan perangkat tersebut menjadi tantangan lain bagi perusahaan maupun organisasi dalam menjaga semua dokumennya. Fenomena ini sendiri terekam dalam hasil survey State Security Report yang dilakukan oleh Symantec Corp.

“Konsumerisasi TI, pertumbuhan aplikasi dan perubahan lanskap ancaman memberikan tantangan baru saat organisasi atau perusahaan meningkatkan upaya keamanan cyber mereka,” kata Raymond Goh, Regional Technical Director, System Engineering Asia South Region Symantec di Jakarta, 27 Oktober 2011.

Fenomena tersebut, kata Goh, membuat para penyerang menggunakan metode lebih canggih dan berbahaya dalam pencurian data. Untuk itu, fokus keamanan menjadi perhatian kalangan bisnis, bahkan responden melihat bahwa hal ini lebih penting daripada berbagai resiko seperti bencana, kejahatan tradisional bahkan terorisme.

Sebanyak 43 persen responden mengatakan konsumerisasi TI menimbulkan kesulitan dalam penyediaan kemanan cyber, selanjutnya diikuti pertumbuhan aplikasi dengan 42 persen sedangakan perubahan lanskap ancaman dengan 42 persen.

Dalam laporannya, Symantec mencatat bahwa 15 persen mengatakan frekuensi serangan meningkat dengan vector serangan yang teratas yakni program jahat, rekayasa sosial, dan serangan berbahaya dari luar. “Uniknya, vektor serangan yang pertumbuhannya paling cepat yaitu program jahat, serangan dari luar dan serangan dari dalam,” ucap Goh.

Survey tersebut juga melaporkan bahwa perusahaan mengalami kerugian downtime, pencurian kekayaan intelektual, pencurian informasi data pelanggan. Kerugian ini, setara dengan biaya keuangan dalam 79 persen dari seluruh waktu operasional. “Kerugian paling sedikit mencapai US$290 ribu dalam 12 bulan terakhir,” ujar Goh.

Selain itu, diketahui pula bahwa perusahaan lebih fokus pada keamanan, yakni dengan menjaga operasional dan informasi agar tetap aman. “Sebanyak 33 persen responden mengatakan keamanan cyber adalah lebih penting dibandingkan 12 belum sebelumnya. Sebaliknya, hanya 19 persen kemanan cyber kurang penting,” ucap Goh.

Survey yang dilakukan tersebut melibatkan responden dari Indonesia yang tersebar dalam 100 perusahaan. Survey dilakukan melalui telepon pada bulan April dan Mei 2011 dengan mewawancarai tim TI strategis dan taktis, dan individu yang bertugas pada sumber daya TI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar